Hajar Jahanam Hajar Jahanam Hajar Jahanam

Setali Tiga Uang

Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu datang juga. Kejadiannya beberapa lama berselang kejadian saya dengan Teh Endang sebelumnya. Suatu hari teman Teh Endang datang berkunjung ke rumahnya. Sebelumnya saya telah diberitahukan tentang hal itu. Ketika saya sedang berada di rumahnya, terdengar suara mobil yang sedang parkir di depan rumah. Teh Endang dengan percaya diri langsung keluar rumah untuk menemui orang itu. Saya hanya melihatnya dari jendela. Seorang wanita setengah baya, kira-kira seumuran Teh Endang, berkaca mata hitam, keluar dari mobil dan mereka berdua langsung berciuman pipi layaknya seorang sahabat lama. Lalu mereka berdua berjalan masuk ke dalam rumah.

Saya langsung dikenalkan kepada wanita itu.
"Gus, kenalin ini temen Endang.. namanya Susi, Susi ini Agus..", kata Teh Endang memperkenalkan kami berdua.

"Halo Mbak Susi..", kataku sambil menjabat tangannya.
"Halo juga Gus..", katanya sambil melakukan hal serupa.
"Jangan panggil Mbak dong ah.. gue kan masih muda..", katanya dengan senyum dan nada akrab.

Saya perhatikan ternyata Mbak Susi lebih tinggi dari Teh Endang. Parasnya tidak terlalu cantik tetapi terlihat sedikit periang, hanya dandan sedikit, kalau berbicara matanya seperti menari-nari dan itu yang membuatnya lebih sexy. Rambutnya panjang dan memakai bando hitam. Badannya lebih langsing tetapi payudaranya tidak lebih besar dari Teh Endang. Kulitnya putih. Karena memakai rok sebatas dengkul maka terlihat Mbak Susi mempunyai betis yang bagus. Dan sepertinya ia rajin berolahraga.

Lalu kami semua duduk di ruang tamu. Teh Endang memanggil Yuyun untuk menyuruh membuatkan minuman. Lalu selang beberapa lama Yuyun datang membawa tiga buah gelas berisi air sirup jeruk dingin.
"Eh tau aja gue lagi haus banget..", kata Mbak Susi lalu langsung mengambil salah satu gelas.
"Sory yah gue duluan En..", katanya dan langsung meneguk minuman itu.
"Gue tau, emang lu gak ada sopan-sopannya dari dulu Sus..", kata Teh Endang sambil tersenyum ke arahku.
Teh Endang dan saya hanya tersenyum melihat kelakuan Mbak Susi.

Setelah itu kami bertiga ngobrol dan saling tanya jawab. Dari percakapan itu hanya sedikit informasi yang saya dapatkan tentang Mbak Susi. Yang saya tahu Mbak Susi adalah seorang janda dengan satu orang anak. Ia baru mengantarkan anaknya ke sekolah dan dititipkan kepada pembantunya. Anaknya bersekolah di kota Jakarta. Lalu ia bertanya seputar saya. Tetapi kejadian itu hanya beberapa saat saja karena lama-lama percakapan yang terjadi hanya dua arah, antara Teh Endang dan Mbak Susi. Saya hanya tersenyum dan lama-kelamaan terasa membosankan. Mereka berdua tertawa, saling menepuk, berteriak-teriak, dan sepertinya percakapan itu hanya dimengerti oleh mereka berdua saja. Saya sudah tidak menghiraukan isi pembicaraan mereka, lalu saya ijin ke WC sebagai alasan keluar dari sana. Saya perhatikan mereka berdua sudah tidak memperhatikan saya lagi dan larut dalam percakapan itu.

Pada waktu saya ke dapur, letak WC-nya bersebelahan dengan dapur, saya secara tidak sengaja melihat Yuyun yang sedang menjemur pakaian di teras belakang. Yuyun menggunakan daster tipis dan karena terkena sinar matahari maka CD dan BH-nya terlihat samar-samar. Saya berfikir apakah hal ini disengaja atau kebetulan saja atau apalah sehingga saya diberikan tontonan seperti itu. Secara spontan saya membatalkan niat saya menuju WC dan pergi menemui Yuyun. Yuyun hanya tersenyum saja melihat saya mendekatinya. Ketika saya berhadapan dengannya, saya langsung memeluknya dan kami berdua berciuman liar. Tangan kami berdua bergerak kesegala arah. Kedua tangan saya meremas pantatnya dan sesekali saya susupkan jari saya diantara kedua pantatnya. Pada waktu tangan saya menyusup ke selangkangannya, tangan Yuyun menarik tangan saya.

"Gus jangan yah, soalnya Yuyun lagi dapet nih, ntar tangan Agus merah-merah loh..", katanya.
"Eh.. sory Yun, abis gak tau..", kataku sambil langsung menarik tangan saya keluar dari selangkangannya.

(Menurut yang saya tahu, bila wanita sedang "M", tidak diperbolehkan melakukan hubungan intim, karena dinding vagina dan rahimnya sedang tipis dan dapat menyebabkan luka. Betul gak sih?)

Karena hal itu maka saya hanya menyusupkan tangan saya ke arah payudaranya dan meremas-remasnya sambil terus berciuman liar.
"Mmhh.. Gus.. iyahh.. gi.. gi.. tu.. ajah.. aahh..", desahnya sambil meremas tanganku yang ada pada payudaranya.
Saya terus menciuminya dari belakang lalu turun ke punggung dan naik lagi ke leher, serta tidak lupa menciumi telinganya.
Tetapi gairah saya terus-menerus turun dan saya tidak mendapatkan kepuasan yang saya inginkan. Lalu saya menarik tangan saya yang tepat berada di payudaranya. Yuyun menahan tangan saya tetapi tarikan saya lebih kuat.
"Loh.. kenapa Gus? Kamu jahat.. Yuyun lagi tanggung..", katanya sedikit kecewa dengan perlakuanku.
"Yun, gue gak mood nih.. gak asik ah.. kontol gue tegang tapi gak ada juntrungannya.. udah ya.. takut ketauan Teh Endang!", kataku sambil membuat alasan untuk menyudahi hal itu.
"Yun, gue ntar main lagi sama lu kalo lu udah gak merah lagi..", kataku.
"Oh jadi itu ya? Emang sih Yuyun juga gak enak.. nanti aja deh Gus..", katanya dengan nada kecewa.
Lalu saya meninggalkan Yuyun dan menuju WC untuk buang air kecil.

Ketika saya keluar dari WC, saya melihat sekilas bahwa ada sesuatu benda yang dimasukkan dengan cepat ke dalam tas Mbak Susi. Ternyata itu adalah penis mainan yang saya lihat di meja rias di kamar Teh Endang.
"Makasih ya Sus, tuh udah gue bersihin..", kata Teh Endang.
"Iya nih lu pinjemnya lama banget, gue juga kan butuh tau.. mahal nih..", kata Mbak Susi.

Saya langsung tahu bahwa penis mainan itu adalah milik Mbak Susi yang dipinjamkan ke Teh Endang.
"Eh apaan tuh?", kataku sambil memergoki mereka.
"Anak kecil pengen tau aja nih..", kata Mbak Susi sambil melirik ke arah Teh Endang.
"Nggak koq..", kata Teh Endang padaku.
"Eh Gus, kamu kan tau tempat jualan asinan.. si Susi ngidam nih sama asinan Bogor..", kata Teh Endang.
"Kamu tau tempatnya Gus?", tanya Mbak Susi.
"Tau banget dong.. Mbak mau dianterin ke sana?", tanyaku.
"Iya dong, udah lama Mbak gak makan asinan Bogor, biasanya si Endang yang suka bawain ke rumah..", jawabnya.
"Saya gak bisa anterin soalnya Endang mau keluar sebentar, ada urusan.. jadi kamu aja yang anter ya Gus?", kata Teh Endang padaku.
"Oke deh, Mbak..", kataku menyanggupinya.

Saya lalu pulang ke rumah dan berganti pakaian. Lalu saya diajak oleh Mbak Susi dengan mobilnya dan dia membeli sepuluh bungkus asinan. Dalam perjalanan menuju penjual asinan, kami hanya berbicara seputar lalu lintas dan pemandangan di Bogor. Tetapi dalam perjalanan pulang, saya kaget dengan perkataan Mbak Susi.

"Gus, saya tau semuanya..", katanya sambil melirik sesekali padaku sambil menyetir mobilnya.
"Hah.. tau apa Mbak?", tanyaku penasaran.
"Gak usah pura-pura Gus.. si Endang udah cerita.. katanya dia puas tidur sama kamu..", katanya. Saya hanya diam dan tidak tahu untuk berkata apa-apa. Badan saya langsung terasa panas, padahal AC mobil Mbak Susi lumayan dingin sehingga saya kedinginan sebelumnya. Saya tidak berani memandang wajahnya karena perasaan saya sudah bercampur aduk, kesal, malu, takut, penasaran, dan semuanya itu membuat saya diam tidak bergerak.

"Kamu hebat loh.. bisa bikin si Endang gitu.. padahal dia itu orangnya gak pernah puas sama yang kaya gituan.. dia orangnya milih-milih trus jarang maen juga..", katanya sambil terus melirik padaku.
"Emangnya Teh Endang cerita apalagi ke Mbak?", tanyaku sambil memberanikan diriku sendiri untuk berbicara.
"Semuanya lah.. kita kalo udah ngumpul udah gak ada yang dirahasiain lagi..", jawabnya.
"Wah gawat..", kataku dalam hati.
"Emang si Endang kamu apain sih.. gue jadi penasaran..", katanya.
"Ehh biasa aja Mbak..", kataku.
"Saya mau dong yang biasa itu.. kayanya kalo denger si Endang cerita gimana gitu.. uhh bikin nervous aja..", katanya.
"Kamu mau kan puasin saya.. kaya si Endang.. udah lama nih gak gituan..", katanya.
Saya hanya mengangguk dan dibalas dengan senyuman yang mengandung banyak arti dari Mbak Susi.

Tiba-tiba mobilnya berbelok ke arah jalan tol. Ternyata saya dibawa ke Jakarta. Ketika sampai di Jakarta, saya di bawa ke sebuah kompleks perumahan. Lalu beberapa saat kemudian mobil berhenti di depan salah satu rumah.
"Mbak.. kenapa berhenti di sini?", tanyaku.
"Ini rumah saya.. kita di sini aja..", jawabnya.
"Wah Mbak.. saya gak mau ah Mbak, beresiko..", kataku.
"Gak ada siapa-siapa koq..", katanya untuk meyakinkan saya.
"Wah.. gak deh.. saya gak berani.. takut ada apa-apa..", kataku sambil melihat kanan kiri mobil.
"Jadi kamu maunya di mana?", tanyanya.
"Terserah deh di mana.. asal jangan di sini..", kataku.
"Oke sayang..", katanya sambil mengelus pahaku.

Mobil yang kami tumpangi bergerak dari rumah itu, lalu keluar dari kompleks perumahan dan menyusuri jalan raya. Sepanjang jalan saya bertanya-tanya dalam hati tentang kemana saya akan di bawa. Dan sepanjang jalan kami berdua hanya berbicara seperlunya saja dan kelihatan Mbak Susi agak sedikit pendiam. Tiba-tiba mobil kami berbelok ke arah sebuah bangunan. Ketika saya sadar, ternyata sebuah bangunan hotel. Hotel itu tidak terlalu ramai dan cukup berkelas. Ini terlihat dari pakaian para bell boy yang bekerja di sana. Lalu saya di suruh menunggu do loby hotel itu. Mbak Susi pergi untuk menyewa sebuah kamar. Lalu saya di beri aba-aba untuk tidak mengikutinya. Terlihat seorang bell boy berjalan di depan Mbak Susi. Lalu beberapa saat kemudian Mbak Susi datang menemuiku. Dengan tersenyum ia mengajak saya menuju kamar yang telah dipesannya.

"Sorry ya Gus.. saya tadi gak enak mau ngajak kamu.. gak enak sama orang tadi..", katanya sambil mengajak saya menuju kamar. Saya hanya mengangguk dan saya sudah mengerti walaupun Mbak Susi tidak menerangkan hal itu.

Tiba-tiba Mbak Susi berhenti, lalu mengeluarkan kunci dari sakunya. Setelah pintu terbuka kami berdua masuk dan langsung mengunci pintu kamar itu. Saya agak kaget melihat dekorasi kamar itu yang tidak terlalu buruk. Dengan lampu remang-remang tetapi menjadikan suasana kamar terlihat sejuk, ditambah udara dari AC yang membuat kamar menjadi agak dingin.

"Gus..", Mbak Susi memanggil saya dari arah belakang.

Ketika saya berbalik, Mbak Susi langsung melompat ke arah saya dan badan saya terdorong ke belakang. Badan kami berdua langsung terhempas ke atas tempat tidur yang sangat empuk dengan posisi Mbak Susi di atas saya. Mbak Susi langsung menciumi saya dengan sangat liar. Bibir kami berdua serasa menyatu ditambah permainan lidah kami yang memenuhi rongga mulut kami berdua. Rambutnya menutupi wajah kami berdua. Dari situ saya tahu bahwa rambutnya sangat wangi.

"Mmhh.. mmhh.. cuph.. cuph..", kurang lebih seperti itu suara yang ada pada saat kami berciuman.

Ketika kedua tangan saya meremas pantatnya, Mbak Susi berhenti mencium saya lalu tiba-tiba menampar pipi saya. Saya keheranan dan bertanya kenapa menampar saya. Pada waktu saya akan berbicara, tangan Mbak Susi meremas kemaluan saya lalu membuka retsleting celana jins saya dan berusaha mengeluarkan penis saya dari dalam CD. Tetapi setelah tangannya menyentuh penis saya, penis saya diremasnya dan dipermainkannya tanpa dikeluarkan dari balik CD saya. Sangat nikmat rasanya. Sesekali penis saya dikocok-kocok naik turun yang membuat saya mengurungkan niat untuk bertanya.

"Ohh.. jadi ini yang bikin si Endang merem melek?", katanya.
"Gimana.. enak Gus?", tanyanya lagi sambil terus mempermainkan penis saya.
"Mbak.. uuhh.. gila.. enak.. banget..", kataku.

Lalu penis saya dikeluarkan dari CD. Maka terlihatlah penis saya berdiri tegak dan keras berwarna merah.

"Mmhh.. not bad..", katanya sambil sambil terus memegangi penis saya.
"Memekku bisa kamu puasin gak?", katanya sedikit merayu.
"Coba aja masukin ke memek Mbak..", kataku sedikit nakal.

Ketika mulutnya mendekati penis saya, saya bangun berusaha menjauhinya.

"Mbak, mendingan kita mandi dulu, supaya bersih.. kita kan abis jalan jauh.. pasti kotor.. ntar banyak penyakitnya loh..", kataku.
"Emang gue pikirin..", katanya tidak mempedulikan perkaanku tadi.
Saya langsung berdiri dan pergi ke kamar mandi. Saya langsung mandi. Tiba-tiba Mbak Susi mengetok pintu kamar mandi.
"Gus, ikut donk..", katanya.
"Jangan Mbak.. ntar jadi gak mandi.. kita mandi masing-masing.. maennya abis mandi aja.. biar fresh and harum.. kan lebih nafsu..", kataku setelah membuka pintu kamar mandi dan langsung menutupnya lagi.
"Iya deh sayang..", katanya sambil tersenyum padaku.

Setelah saya selesai mandi, saya terkejut melihat Mbak Susi sudah dalam keadaan bugil. Ia memandangku sambil berputar-putar memamerkan tiap lekuk badannya.

"Gimana Gus?", tanyanya. Saya tidak menjawabnya, tetapi penis saya menjawab dengan berdiri tegak kembali tanda kekagumannya pada tubuh Mbak Susi.
"Koq yang jawab anunya kamu Gus?", katanya sambil memperhatikan penis saya yang berdiri tegak dibalik handuk.


Saya langsung berjalan menuju body yang indah itu. Saya langsung menuju payudaranya dan menciuminya.
"Ohh.. enak banget sayang.. terus jilat susu gue.. eehh.. iihh..", katanya sedikit mendesah.
Tiba-tiba saya berhenti menciumi payudaranya dan tersenyum padanya.
"Eitt.. mandi dulu donk..", kataku.
"Gus kamu jahat banget.. kan tanggung..", katanya sedikit merengek.
"Ntar aja abis mandi.. Mbak nanti saya puasin dari ujung rambut sampe ujung kaki..", kataku membujuknya supaya mandi.
"Janji ya Gus.. pokonya kalau gue gak di apa-apain abis mandi.. gue teriak keluar kamar..", katanya.
"Iya.. masa bo'ong sih.. nih liat.. dia aja bilang mau..", kataku sambil membuka handuk dan memperlihatkan penis saya yang sudah menegang. Mbak Susi tersenyum manja, lalu pergi ke kamar mandi. Dan terdengarlah bunyi shower dari dalamnya.

Saya menunggunya sambil menonton TV. Lalu saya menyiapkan kondom yang selalu saya bawa setiap saat, dan ternyata ada gunanya juga. Setelah beberapa saat saya menunggu, Mbak Susi keluar dari kamar mandi. Ia hanya melilitkan handuk di sekeliling badannya. Karena handuknya tidak terlalu besar maka yang tertutup hanya setengah payudaranya sampai ke pahanya, persis di bawah selangkangannya. Dengan rambut yang agak basah, ia tersenyum padaku.

"Gus.. udah nih.. udah bersih..", katanya sambil berjalan mendekati kasur.

Melihat pemandangan itu, badan saya langsung memanas. Jantung saya berdebar cepat dan badan saya memerah. Mbak Susi terlihat sangat seksi dan membuat saya bernafsu pada saat itu. Setelah mendekati saya, Mbak Susi langsung membuka handuknya. Ia langsung naik ke atas badanku yang pada saat itu sedang terbaring sambil menonton TV. Badannya menghalangi pandangan saya. Tetapi badannya lebih bagus dan acara di TV pun pasti kalah. Saya berpura-pura untuk terus menyaksikan acara TV.

"Gus.. kamu mau nonton ya? kamu gak mau sama bodyku..", katanya sambil memegang kedua payudaranya dengan kedua tangannya.

Tanpa aba-aba, tangan saya langsung menarik kepalanya. Kami langsung berciuman. Kami melakukannya dengan sangat liar. Seperti biasa lidah kami bertemu dan saling mengisi setiap ruang mulut kami berdua. Tangannya langsung membuka setiap kancing kemejaku. Lalu dia menciumi leher, dada hingga menuju perut saya.

"Wuihh.. dada kamu ok juga Gus.. seksi juga..", katanya sambil memperhatikan dada bidang saya.
"Dada Mbak juga seksi..", kataku sambil berusaha mencium salah satunya.

Setelah sampai pada salahsatu payudaranya, saya langsung melumatnya, menciumnya, mempermainkannya dengan lidah saya, dan kadang agak saya gigit sedikit puting payudara itu. Sedang payudara yang lain tidak luput dari remasan tanganku.

"Ahh.. gii.. la.. ehhmm.. gila.. shh.. ehmm.. teruss.. oohh.. gii.. la..", desahnya.
"Gus.. isep.. terus.. iss.. ep.. di.. di.. ujung.. uuhh.. gi.. la.. ehheehh.. aaw..", desahnya lagi.

Dari mulutnya banyak terdengar kata "Gila", makanya saya sedikit hapal desahannya. Payudaranya yang lain saya perlakukan sama. Lalu badanku didorongnya ke ranjang dan masih tetap Mbak Susi berada di atas saya. Tangannya langsung menuju ke arah jins saya. Setelah terbuka, tangannya secara kasar langsung masuk ke dalam CD saya dan langsung menarik keluar penisku yang sudah menegang dan keras. Penisku langsung di kulumnya, di dalam mulutnya penisku dipermainkannya. Kadang diisap, dijilat, dan dan perlakuan lainnya yang membuat saya keenakan dan lupa segalanya.

"Iyah.. terus Mbak.. mmhhmm..", desahku atas pelakuannya itu.

Sesekali matanya melirik ke arahku sambil terus menciumi penis saya. Tangannya juga mengocok pangkal penisku yang membuat badanku bergetar dan bergerak ke kanan dan kiri. Setelah beberapa lama penisku dilepasnya.

"Kamu doyan yah.. mau lagi gak?", katanya sambil merayu.
"Siapa yang gak doyan Mbak? enak banget rasanya.. pasti mau donk..", kataku.
"Kamu koq gak keluar-keluar sih? kamu kuat juga kalo di sepong..", katanya.

Mendengar kata itu saya sedikit tersenyum, baru kali ini saya mendengarnya darinya.

"Kalo digituin sih saya kuat Mbak.. tapi kalo kontol saya masuk ke memek.. wuihh gak tau deh.. gak kuat kali..", jawabku sambil merayunya.

Setelah kami berdua telanjang, Mbak Susi langsung menarik badan saya ke arahnya. Sekarang posisi saya berada si atasnya.

"Nah sekarang giliran gue donk Gus.. tadi kan Agus udah..", katanya.
"Ok Mbak.. selamat menikmati..", kataku sambil merayunya dengan basa-basi.
"Puasin gue sayang..", katanya sambil memejamkan matanya.

Seperti biasa pertama saya menciumnya dengan liar. Seluruh wajahnya tidak ada yang luput dari ciumanku. Lalu seluruh pemukaan leher saya jilat dan cium.

"Ohh.. gi.. la.. nikmat.. terus.. geli.. mmhh..", desahnya.

Kemudian saya cium bagian telinganya. Badan Mbak Susi mulai bergetar dan bergerak-gerak. Pada waktu saya menciumi bagian belakang telinganya, gerakan badannya bertambah kencang dan kepalanya seperti berusaha menutupi bagian itu.

"Gus.. geli.. sshh.. gi.. la.. ehheehh..", desahnya sambil badannya bergerak-gerak.
"Terus.. hheehh.. ennak.. aahh.. hhii.. hi.. hi.. sshh.. udah.. udah.. say..", katanya sambil mendorong badanku.
"Gus.. jangan.. disitu terus.. geli.. tuh liat memek gue.. banjirr..", katanya sambil menyuruhku memegang daerah sekitar vaginanya. Dan memang sudah basah sekali, disekitar vaginanya banyak cairan bening yang membuat tangan saya terasa licin pada saat memegang vaginanya. Dan tanpa aba-aba saya langsung menciumi dadanya, menghisap, mengulum dan menjilati seluruh permukaan payudaranya.
"Oohh.. isep yang kenceng.. mmhhmm.. gila.. enn.. akk.. aduh copot deh susu gue.. aahh..", katanya sambil terus mendesah.

Saya sengaja berlama-lama disekitar payudaranya. Mbak Susi semakin menggila dan sesekali berteriak-teriak kecil yang membuat saya semakin bernafsu. Seluruh permukaan payudaranya terlihat sangat basah oleh perbuatan saya. Teriakannya semakin keras dan membuat saya sedikit was-was apabila sampai terdengar sampai kaluar kamar. Dan untuk menutupi mulutnya yang suka berteriak itu, saya sesekali melumat bibirnya dengan ciuman dan tak lupa tangan saya mulai menelisuri seluruh permukaan vaginanya. Seluruh telapak tangan saya sudah basah dan terasa licin.

Mbak Susi kemudian menarik tangan saya lalu menjilati tangan saya yang penuh dengan cairan bening dari vaginanya. Tangan saya diperlakukan seperti permen dan Mbak Susi terus menjilati tangan saya sampai cairan itu habis. Badan Mbak Susi seperti menegang dan dengan satu teriakan kecil ia mengalami orgasme. Seperti biasa punggung saya tidak lepas dari cakarannya dan terasa sangat perih bercampur keringat.

"Ahh.. ehhmmeehh.. gue.. dapeet..", desahnya sambil merasakan cairannya keluar dari vaginanya.

Saya mendiamkan badannya beberapa saat untuk memberi waktu padanya untuk merasakan kenikmatan yang ia peroleh. Setelah itu saya turun dan menciumi bagian perut hingga menuju selangkangannya. Saya sesekali menciumi bagian pahanya dan terlihat badan Mbak Susi sedikit begerak ke kanan dan kiri. Tangannya kemudian menjambak rambut saya dengan keras lalu kepala saya diarahkan ke bagian yang lebih nikmat, VAGINA.. Saya mulai menjilat seluruh permukaan vaginanya, saya hisap-hisap klitorisnya dan mempermainkannya dengan lidah saya. Lubang vaginanya juga saya jilat dan sesekali memasukkan lidah saya ke dalamnya.

"Uhh ennak.. ahh.. ahh.. hhaa.. aahh.. eehhee.. gi.. llaa.. auwww.. oohh..", seperti itu teriakannya.

Hal itu saya lakukan beberapa saat sampai ia puas.

"Say.. cepet masukin kontol lu.. cepet.. kayanya bentar lagi gue mati keenakan nih.. cepet yah..", katanya dengan sedikit gemas.

Sebenarnya saya tidak mau melakukannya, tetapi melihat wajahnya yang sudah tidak berdaya lalu saya menuruti permintaannya. Saya mengambil kondom yang ada pada dompet di celana saya, lalu memasangnya. Pada waktu akan saya pasang, Mbak Susi bangun dan mendekati saya.

"Sini.. gue yang pasangin..", katanya sambil mengambil kondom itu dari tangan saya.

Pada waktu akan dipasangkan, Mbak Susi mengulum dan menciumi penis saya terlebih dahulu lalu memasangkan kondom itu ke penis saya. Saya baru pertama kali merasakan teknik memasang kondom seperti itu, Nikmat Man..

Lalu saya rebahkan badannya dan saya naik ke atasnya. Saya dekatkan penis saya ke vaginanya. Saya gosok penis saya ke permukaan vaginanya agar penis saya terkena cairannya agar licin. Setelah itu saya arahkan penis saya ke lubangnya sambil kedua tangan saya melebarkan permukaan vagina itu agar terbuka dan mudah masuk. Penis saya masuk secara perlahan dan pada waktu kira-kira setengahnya, saya berhenti.

"Say.. kenapa.. cepet kontol kamu tancepin semua ke dalem memekku.. yang dalem.. terus genjot yang kenceng banget yahh..", katanya.
Saya masukan lagi penis saya sampai masuk semua, lalu saya berhenti lagi.
"Ehh.. iyahh.. cepet genjot.. sampe mentok.. mmhhmm.. sampe.. en.. akk..", katanya.

Mendengar itu saya tertantang dan langsung menggenjot penis saya di dalam vaginanya, saya melakukannya dengan cepat dan bertenaga.

"Auwww.. auwww.. oohh.. auwww.. sshhss.. mmhhmm.. auwww..", desahnya sambil berteriak. Mendengar itu saya berhenti.
"Ehh.. Mbak.. sakit ya.. kasar ya?", tanyaku karena mendengar teriakannya.
"Lu goblok.. kenapa.. berhenti.. tolol.. tadi enak banget.. udah cepet dorong lagi kontol lu ke memekku..", katanya agak kasar.

Mendengar kata kasarnya itu saya langsung memasukan penis saya ke vaginanya tetapi sekarang dengan kasar dan cepat.

"Ahh.. kasar.. amm.. at.. tapi.. enn.. akk.. ehhmm..", katanya merespon perlakuanku tadi.

Saya mendorong penis saya keluar masuk tanpa henti dan dengan sedikit kasar. Tetapi yang saya heran Mbak Susi malah terus berteriak sambil sesekali tersenyum padaku.

"Gila nih tante-tante. Kaya gini doyan dikasarin, ketawa lagi doi.." Kataku dalam hati.

Setelah beberapa saat, penis saya terasa seperti akan ada yang keluar dari dalamnya.

"Mbak.. saya bentar lagi mau keluar nih..", kataku.
"Sama.. eehh.. gue juga..", katanya.

Tiba-tiba Mbak Susi bangun dan badannya berputar membelakangi saya. Pantatnya menonggeng dan kepalanya direbahkan ke kasur. Rupanya ia menginginkan "Dog style".

"Gus sekarang buka kondom lu terus masukin kontol lu ke memek gue, gue mau lu keluarin di dalem memekku, gue mau rasain sperma lu di dalem memek.." Katanya.
"Mbak gak mau ah, entar jadi loh, kalo hamil gimana?", tanyaku.
"Gak koq, gue gak subur, tenang aja, gue udah pengalaman, gue bersih koq.. gak ada penyakitnya..", katanya meyakinkan saya.
"Gue rajin ke dokter..", tambahnya.

Mendengar itu saya lega dan mulai melepaskan kondom pada penis saya. Saya langsung mengarahkan penis saya ke vaginanya dan langsung memasukkannya hingga amblas. Lalu mulai terasa lagi sepertinya saya akan mengakhiri permainan itu.

"Mbak saya.. eehh.. mau kaluar..", kataku sambil menahan rasa itu.
"Gue juga.. mmhhmm.. tembak.. ajahh.. yang.. dal.. dal.. emmhh..", katanya.

Gerakan saya semakin cepat dan akhirnya datang juga rasa yang saya tunggu-tunggu. Saya dorong penis saya sedalam-dalamnya di vaginanya. Penis saya berdenyut-denyut dan langsung meledak dan menyemburkan sperma berkali-kali. Sperma saya langsung memenuhi seluruh rongga vaginanya dan saya merasakan hal yang luar biasa nikmat. Penis saya seperti ada yang menyiramnya dengan cairan hangat. Cairan kami berdua terasa menyatu dan memenuhi ruang vagina Mbak Susi. Kami berdua mendesah dan berteriak puas pada saat itu. Setelah seluruh sperma saya keluarkan, langsung mencabut penis saya dan berbaring di di sebelahnya. Tetapi badan Mbak Susi masih menungging.

"Mbak kenapa masih nungging?", tanyaku.
"Biar sperma kamu masuk lebih dalem, tuh lagi ngalir.. anget lagi..", katanya sambil tersenyum menggodaku.

Lalu badanya direbahkan di atas saya dan kami berciuman lagi beberapa saat merayakan kemenangan yang telah kami peroleh, kenikmatan..

Lalu kami berdua mandi dan tentu saja kami masih melakukan hal itu. Yang saya ingat di dalam kamar mandi, saya duduk di atas WC lalu Mbak Susi menduduki paha saya dengan posisi berhadapan dan tentu saja penis saya tertancap sempurna di dalam vaginanya. Pada waktu itu kami berdua merasakan kenikmatan seperti itu lagi.

Setelah itu kami pulang dan saya ingat Mbak Susi tidak mengenakan BH dan CD nya. Lalu saya diantarkan pulang ke Bogor dan Mbak Susi langsung pulang kembali ke Jakarta. Sebelumnya saya diberi sebuah amplop dan ia menyuruh saya membukanya apabila saya telah tiba di rumah. Saya diwanti-wanti olehnya suatu saat dia membutuhkan saya, maka dia akan menjemput saya seperti biasa si rumah Teh Endang. Hal ini telah diketahui oleh Teh Endang. Setelah saya buka amplop itu ternyata berisi satu lembar uang dollar dan nilainya adalah rahasia, maaf.

Setelah saya pikir-pikir, saya menjadi tergila-gila dengan wanita yang lebih tua dari saya, karena menurut saya mereka lebih mengerti arti kepuasan..




Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Setali Tiga Uang